Hadist
Ikhlas Beramal
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Iklas dalam
beramal merupakan hal penting yang harus kita usahakan. Karena tanpa ikhlas, amalan sebesar apapun
tidak ada artinya dihadapan allah swt. Ayat alqur’an tentang ikhlas kita diberi
taufiq oleh allah swt. Untuk dapat beramal dengan niat hanya mencari ridha-Nya.
“bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada allah, sedang ia berbuat
kebajikan, maka baginya pahala disisi tuhannya dan tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”(QS.Al Baqarah:112)
Ketika kita
berbicara ikhlas maka tak lepas dari pembahasan niat tulus dari dalam hati,
melakukan perbuatan tanpa pamrih dan hanya mengharapkan ridlo allah semata.
Hadits yang menghimbau umat agar dalam menunaikan ibadah dengan ikhlas banyak
diriwayatkan oleh banyak perawi hadits, terutama yang paling terkenal adalah
hadits yang diriwayatkan sang amirul mukminin sayidina umar bin khatab yang
mengatakan bahwa rasul pernah berkata “segala perbuatan berdasarkan pada niat”.
Lalu seberapa pentingkah niat ibadah secara ikhlas hanya berharap ridlo allah
semata, dan apa sajakah katagori yang disebut ikhlas beramal.
B.
TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini
adalah :
a.
Untuk mengetahui Pengertian hadist, ikhlas, amal, dan ikhlas beramal.
b.
Untuk mengetahui
hadist
ikhlas beramal.
c.
Untuk mengetahui penjelasan hadist
ikhlas beramal lebih mendalam.
C.
PEMBATASAN
MASALAH
Pembatasan
masalah digunakan untuk membatasi masalah yang akan dibahas. Dalam penelitian
ini, masalah dibatasi pada pentingnya ikhlas beramal dalam perbuatan.
D.
RUMUSAN
MASALAH
Dalam
makalah ini terdapat beberapa penjabaran materi dari latar belakang diatas.
Diantaranya yaitu:
a. Apakah Pengertian hadist, ikhlas, amal, dan ikhlas beramal?
b. Bagaimana
hadist ikhlas beramal?
c. Mengapa
penjelasan hadist ikhlas beramal?
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
PENEGASAN
JUDUL
a. Pengertian
Hadist
Hadist
berasal dari bahasa arab, yaitu
al-hadist, jama’nya al-ahadist, al-hidsan, dan al-hudsan, dan memiliki banyak
arti diantaranya al-jadid (yang baru), al-qodim (yang lama), dan al-khabar
(kabar/berita).[1]
Hadist
secara bahasa kabar yang baru, secara istilah yaitu khabaran yang berisi
ucapan, perbuatan, kelakuan, sifat/kebenaran, yang orang katanya dari nabi Saw.
[2]
b. Pengertian
Ikhlas
Ikhlas
berasal dari kata akhlasha yang merupakan bentuk kata kerja lampau transitif
yang diambil dari kata kerja intransitif khalasha (خَلصَ) dengan menambahkan
satu huruf ‘alif (أ). Bentuk mudhâri‘ (saat ini) dari akhlasha (اَخْلَصَ)
adalah yukhlishu (يُخْلِصُ) dan bentuk mashdar nya yaitu ikhlash (إِخْلاص).
Kata tersebut berarti, murni, bersih, jernih, tanpa campuran. Jadi Secara
bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak
kotor.
Sedangkan
secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal
tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang
merusak.[3]
Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk
Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan
tidak riya dalam beramal.[4]
c. Pengertian
Amal
Amal
menurut kamus besar bahasa indonesiayaitu, perbuatan (baik atau
buruk), perbuatan baik yang mendatangkan pahala (menurut ketentuan agama Islam),
segala sesuatu yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap
masyarakat atau sesama manusia.[5]
d. Pengertian
Ikhlas Beramal
Kemudian makna ikhlas
ketika beramal atau beraktifitas sangat dikaitkan dengan amal atau aktifitas
itu sendiri.
Jika amal atau aktifitas
itu terkait dengan ibadah, yaitu
hubungan vertikal antara seorang hamba dengan Allah SWT, maka makna ikhlas
disini adalah ihsan amal dalam beribadah. Yaitu beribadah dengan mengikuti tata
cara yang telah di tentukan oleh syari’ah dan di ikuti keyakinan seolah-olah
melihat Allah SWT atau merasa diawasi olehNya. Dalam konteks ini, tujuan dari
ibadah adalah pendapatan ridlo dan upah dari Allah SWT, berupa pahala yang
besar,dan tidak ada tujuan lain kecuali itu.[6]
B.
MACAM-MACAM
HADIST TENTANG IKHLAS BERAMAL
عن عمربن الخطا ب رضى الله عنه قال : سمعت رسول الله
صلى الله عليه وسلم يقول : ( إنما ا لأ عمل با انيات , وا نما لكل امرئ ما نوى,
فمن كا نت هجرته الى دنيا يصيبها, وإلى إمرأة ينكحها, فهجرته الى ما ها جرالله (
رواه البخارى: ١ ).[7]
Diriwayatkan dari Umar bin Al Khattab r.a. dia berkata: saya
pernah mendrasulullah SAW. Saya
mendengar Rasulullah saw. Bersabda, sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung
pada niatnya, dan setiap orang akan mendapat balasan
sesuai dengan niatnya. barangsiapa berhijrah dengan niat untuk kepentingan
duniawi atau untuk mencari perempuan yang akan dikawininya, maka balasan
hijrahnya sesuai dengan niatnya. “ (H.R.
Bukhori no:01).[8]
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْه (رواه البخارى ومسلم)
Dari
Aisyah rodhiallohu anha bahwa Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: “Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya
atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai
sebagaimana) yang dia niatkan.”(H.R.bukhori dan muslim)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
: إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ
إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu 'alihi wa sallam
telah bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga
tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal
kalian”.
Allah
memuji orang-orang yang ikhlas. Mereka tidak menghendaki dari amalnya tersebut,
kecuali wajah Allah dan keridhaanNya. Tidak terpengaruh dengan apa-apa yang
berada dibalik keridhaan dan pujian manusia. Mereka adalah orang-orang yang
berbuat kebajikan, menolong orang lain dan memberi makan karena mengharap wajah
Allah. Mereka tidak mengharapkan balasan dan ucapan terimakasih dari seorang
pun. Di antara mereka, ada yang berinfaq mencari keridhaan Allah.
C. PENJELASAN
HADIST
Hadits
tentang niat ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti
ajaran islam, Imam An-nawawi rohimatulloh berkata:” Kaum
muslimin telah berijma’ akan keagungan kedudukan hadits ini dan banyaknya
faidah-faidah serta keabsahannya.” Dan Imam Abdurrahman bin mahdi berkata:”
Dianjurkan bagi yang menulis suatu kitab untuk hendak memulai dalam kitabnya
dengan hadits ini sebagai peringatan bagi penuntut (ilmu) agar memperbaiki
niatnya.”
Niat
secara bahasa adalah maksud, Imamal baidowi rohimahulloh berkata:
Niat adalah Keinginan hati terhadap apa yang dirasa cocok untuk mendapatkan
manfaat dan menangkal mudhorot. Adapaun secara syara’ bahwa niat adalah
keinginan kuat untuk melakukan ibadah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada
Alloh ta’ala.
Di dalam
syari’at niat itu mempunyai dua pembahasan:
- Niat ikhlas dalam beramal hanya untuk Alloh ta’ala semata, dan tentang hal ini biasanya di bahas oleh ulama-ulama tauhid dan akhlak serta ulama-ulama tazkiyah.
- Niat membedakan ibadah-ibadah antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya, dan biasanya hal ini di bahas oleh ulama-ulama ahli fiqih.
Imam ibnu
daqiq rohimahulloh berkata: “Kalimat { إِنَّمَا }berfungi
sebagai (الحصر ) yaitu: pembatasan dan maksudnya ialah menetapkan
hukum yang telah di sebutkan dan meniadakan hukum selainnya (yang tidak
disebut).” Imam An-nawawi rohimahulloh berkata:” Jumhur ulama
dari ahli bahasa dan ushul serta selain mereka berkata: lafadz { إِنَّمَا }berpungsi
sebagai pembatasan yaitu menetapkan yang disebutkan dan meniadakan yang tidak
disebutkan.” jadi maksud {إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ}yaitu: sah
atau tidaknya amal perbuatan suatu ibadah itu tergantung pada niatnya, Imam
An-nawawi rohimahulloh berkata:” Sesungguhnya amal perbuatan
itu diberi pahala berdasarkan niat dan tidak akan diberi pahala jika (amal
perbuatan tersebut tanpa niat.” Imam ibnu daqiq al-ied rohimahulloh
mengatakan:” Yang di maksud dengan amal di sini adalah semua amal yang
dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat
maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam.”
Selanjutnya
{وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى}” Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.” Mengandung konsekwensi bahwa
barangsiapa yang berniat akan sesuatu tertentu niscaya ia akan mendapatkan
apa-apa yang ia niatkan dan setiap apa-apa yang ia tidak niatkan berarti ia
tidak mendapatkannya.
Rasulullah
saw, juga mengingatkan kita melalui sabdanya (yang artinya), “Allah
tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk
mencari ridha Allah semata.” (HR Abu Daud dan Nasa’i)
Dalam
beramal ibadah kita dituntut untuk niat hanya mengharap ridlo allah. Suatu amal
yang dikerjakan karena memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan
mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya disebut
riya. Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik
kecil.” Sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Rasulullah
saw. menjawab, “Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika membalas amal-amal
hamba-Nya, ‘Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia dan perhatikanlah,
apakah kamu mendapatkan balasannya?’” (HR Ahmad).
Ikhlas
adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama dengan benar
jika tidak ikhlas. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162)
Maka dalam
melakukan ibadah dalam sehari hari kita harus lah ikhlas tulus mengharap ridlo
Allah SWT.
BAB III
ANALISIS
A.
Uraian Tentang Hadist Amal
Pelajaran
yang terdapat dalam Hadits :
1. Niat merupakan syarat diterima atau
tidaknya amal ibadah dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali
berdasarkan niat (karena Alloh ta’ala).
2. Amal bisa di sebut ibadah jika
semata mata mengharap ridlo kepada allah.
3. amal yang dilaksanakan karena
dunia,wanita, dan tahta maka yang didapat hanya sebatas dunia dan tidak
mendapat pahala dari allah.
4. Seorang mu’min akan diberi ganjaran
pahala berdasarkan kadar niatnya.
5. Semua pebuatan yang bermanfaat
dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan
Alloh maka dia akan bernilai ibadah.
6. Yang membedakan antara ibadah dan
adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7. Hadits diatas menunjukkan bahwa niat
merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman
menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati,
diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
8. Wajib memperhatikan kebeningan hati
dari dosa-dosa dan maksiat serta menghindari riya ataupun mengharapkan pujian
orang terhadapnya dan juga beramal karena mengharapkan kesengangan dunia
belaka.
B. Perbandingan Hadist Bukhori dan Hadist Muslim.
Para ulama telah sepakat bahwa kitab sahih bukhari
dan sahih muslim diterima sebagai kitab yang otentik sesudah al-Qur'an. Namun
ada perbedaan pendapat mana yang lebih otentik di antara dua kitab tersebut.
Sejumlah Muhaddits dari Maroko berpendapat bahwa sahih muslim lebih unggul dari
sahih Bukhari, sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa Sahih Bukhari lebih
otentik dan lebih baik dari Sahih Muslim.
Argumen jumhur adalah sebagai berikut : Pertama,
Keunggulan pribadi bukhari atas Muslim. Alhakim abu ahmad naisapuri mengatakan,
"semoga Allah merahmati Muhammad bin Ismail, karena ia telah menulis
(membukukan) hadits-hadits yang menjadi sumber hukum islam dan menerangkannya
kepada manusia. Orang-orang yang membukukan hadits sesudahnya seperti Muslim
sebenarnya hanya mengambil dari kitab bukhari". Kedua, keunggulan
kitab sahih bukhari itu sendiri atas Sahih Muslim karena perbedaan metode
pengambilan hadits yang dilakukan masing-masing, sebagaimana terlihat dalam
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
SAHIH
BUKHARI, Rawi yang haditsnya ditulis oleh imam bukhari
berjumlah lebih kurang 435 orang. Rawi yang mendapat kritikan hanya 80 orang. Hadits-hadits
yang berasal dari genenarsi kedua (tabqah tsaniyah) diseleksi dulu oleh Imam
bukhari. Dalam hal bersambungnya sanad, imam bukhari mensaratkan bahwa sanad
dapat disebut bersambung apabila murid dengan guru atau rawi kedua dengan rawi
pertama benar-benar pernah bertemu atau minimal hidup dalam 1 masa. Perbandingan dalam segi isi Masih banyak
hadits shahih yang tidak masuk ke dalam kedua kitab tersebut. Al-Imam
Al-Bukhari mengatakan hadits-hadits shahih yang beliau tinggalkan lebih banyak
karena beliau menghafal 100.000 hadits shahih dan 200.000 hadits lemah.
Sementara kitab Shahih Al-Bukhari sendiri memuat 4000 hadits shahih tanpa
pengulangan dan 7275 hadits shahih dengan pengulangan. Sedangkan kitab Shahih
Muslim memuat 4000 hadits shahih tanpa pengulangan dan 12.000 hadits shahih
dengan pengulangan.
Dan argumen-argumen itulah yang memperkuat pendapat
jumhur bahwa sahih bukhari lebih otentik dari pada sahih Muslim. Kelebihan
kitab Shahih Al-Bukhari adalah terdapat pengambilan hukum fiqih, perawinya
lebih terpercaya dan memuat beberapa hikmah dimana unsur-unsur ini tidak ada
pada Shahih Muslim. Jadi secara umum kitab Shahih Al-Bukhari lebih shahih
dibanding kitab Shahih Muslim. Namun ada beberapa sanad dalam Shahih Muslim
yang lebih kuat daripada sanad Shahih Al-Bukhari.
C. Persamaan
Dan Perbedaan Hadist Bukhori Dan Muslim
Al-Imam
Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim adalah, dua orang ulama ahli hadits yang pertama
kali menyusun kitab hadits yang hanya berisikan hadits-hadits shahih sesuai
dengan syaratnya. Metode yang mereka tempuh untuk menyusun kitab tersebut sama,
yaitu dengan memilih periwayat-periwayat yang harus memenuhi persyaratan hadits
shahih yaitu sanadnya bersambung sampai Rasulullah, dinukil dari periwayat yang
takwa, kuat hafalannya, tidak mudah lupa, tidak ganjil (menyelisihi hadits
shahih yang lebih kuat) dan tidak cacat.
Adapun
yang membedakannya yaitu Al-Imam Al-Bukhari dalam penyusunan kitabnya menentukan persyaratan
lagi yang lebih ketat Diantaranya periwayat-periwayat (rawi) haruslah sejaman
dan mendengar langsung dari rawi yang diambil hadits darinya. Kelebihan kitab
Shahih Al-Bukhari adalah terdapat pengambilan hukum fiqih, perawinya lebih
terpercaya dan memuat beberapa hikmah dimana unsur-unsur ini tidak ada pada
Shahih Muslim. Dan sedangkan kelebihan dari kitab shahih muslim yaitu ada
beberapa sanad dalam Shahih Muslim yang lebih kuat dari pada sanad Shahih
Al-Bukhari.
BAB IV
PENGAKHIRAN
A. Kesimpulan
Ikhlas
adalah tulus
hati, membersihkan hati dan memurnikan niat
mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa
menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Hadits
tentang niat diatas merupakan salah satu dari hadits yang menjadi inti ajaran
islam, Imam An-nawawi rohimatulloh berkata:” Kaum muslimin
telah berijma’ akan keagungan kedudukan hadits “segala amal dan perbuatan itu
tergantung pada niatnya” dan banyaknya faidah-faidah serta keabsahannya”
Niat
merupakan syarat diterima atau tidaknya amal ibadah dan amal ibadah tidak akan
mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (ikhlas karena Alloh ta’ala).
B. Saran
Dengan
mempelajari hadist selain bisa mengetahui tentang apa itu hadist, dan
macam-macam hadist juga bisa mengetahui tentang pentingnya ikhlas beramal dalam
perbuatan. Didalam hadist juga merupakan
cara yang baik dalam proses belajar. Oleh karena itu sebagai kaum pelajar kita
harus mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari.Pelajar adalah masyarakan
yang terpelajar. Yang dianggap sebagai kaum pelajar, karena mereka
berpendidikan
C. Penutup
Dengan mengucapkan syukur
Alhamdulillah kepada allah SWT. Yang telah melimpahkan taufik, hidayat serta
inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan harapan, semoga
usaha kami yang kecil ini diridhoi oleh allah SWT. Dan bermanfaat bagi nusa,
bangsa, dan agama.
Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, namun kami telah
berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat kami harapkan supaya kedepannya nanti akan menjadi
lebih baik.
Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini,
semoga allah SWT. Akan membalas dihari kelak dan hanya kepada allah SWT. Kami
berlindung serta mengharap taufik dan hidayah-nya. Amin ya robbal ‘alamin……
DAFTAR PUSTAKA
Assa’idi,
Sa’dullah. 1996. Hadist-Hadist Sekte.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Az Zabidi,
Imam. 2002. Ringkasan Hadist Al-Bukhori.
Jakarta: Pustaka Amani.
Az-Zubaidi,
Zainuddin Ahmad. 1986. Terjemah Shahih
Bukhori. Semarang: Toha Putra.
Hassan,
Qodir. 2007. Ilmu Mushthalah Hadist.
Bandung: Diponegoro.
[1] Sa’dullah Assa’idi, Hadist- Hadist Sekte, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), hlm 1.
[2] Qaddir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadist, (Bandung:
Diponegoro, 2007), hlm 17.
[7]
Muhammad Bin Isma’il Al-Bukhari. Shahih
Bukhari. tt. Saudi arabia: Dar Al-Afkar hlm.1
[8] Imam Az Zabidi, Ringkasan Hadist Al Bukhori, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2002), hlm 01.
0 komentar:
Posting Komentar